Kamis, 02 Januari 2014

Tanggung Jawab Para Ilmuwan



TANGGUNG JAWAB PARA ILMUWAN 
DITINJAU DARI SEGI SOSIAL, POLITIK, MORAL, DAN AGAMA
St. Rahmah. Sy.

PENDAHULUAN

Ketika Plato mendeskripsikan tentang struktur dan komposisi ideal sebuah masyarakat, ia sedang menempatkan keberadaan ilmuan, dalam posisi yang sangat penting dan terhormat, layaknya posisi vital dalam anatomi tubuh manusia.

Tidak hanya Plato, kita juga kemudian memahami keberadaan kaum ilmuan ini pada posisi yang sangat strategis dalam sebuah masyarakat. Karena itu dalam perkembangannya juga memberi pemahaman yang komprehensif tentang mereka.[1]
            Bagi manusia modern seperti kita sekarang, fungsi pemikiran menjadi sangat penting karena dialah yang sesungguhnya mengendalikan kehidupan kita dari hari kehari. Semua sektor kehidupan yang penting seperti social, politik ekonomi, hukum dll diatur dalam sisitem dan kesepakatan yang semuanya merupakan hasil buah pemikiran manusia par excellence.[2]
            Cara pandang idealistik umumnya melihat ilmuan berikut posisi dan perannya dalam masyarakat dalam kerangka normatif dan umumnya ahistoris. Ia cenderung melihat kelompok strategis ini sebagai suatu kelompok yang homogen dengan kesadaran dan tingkat kerekatan social yang tinggi.[3]
            Seringkali ilmuan dipandang darti kelas sosialnya (social class origin) yang lebih luas, meskipun tetap menolak pendapat reduksionis yang menyiaratkan bahwa ilmuan selalu merupakan instrumen dari kelas. Oleh sebab itu, ilmuan tidak lagi hanya dimengerti secara elistis di mana ia dimonopoli oleh kaum filosofis, seniman atau kaum terpelajar. Pemahaman tentang ilmuan secara kontektual/struktural semacam ini sudah barang tentu akan menganalisis kaum ilmuan dan fungsinya dalam masyarakat secara lebih dinamis dan fleksibel. Ia akan menitikberatkan pada kerja-kerja kongkret apa yang dituntut dari dan direalitaskan oleh kaum ilmuan dalam formasi sosialnya dan kelompok sosial.

PEMBAHASAN
A. Pengertian judul
Tanggung Jawab
Dalam segi filsafat, nilai dari tanggung jawab itu dijadikan sebagai salah satu dari kriteriadari kepribadian (personality) seseorang.
            Unsur-unsur  tanggung jawab :
            Dari segi filsafat, sesuatu tanggung jawab itu sedikitnya didukung oleh 3 unsur :
a.       Kesadaran.
b.      Kecintaan/kesukaan.
c.       Keberanian.
1.      kesadaran.
Sadar berisi pengertian : tahu, kenal, mengerti dapat memperhitungkan arti, guna sampai kepada soal akibat dari sesuatu perbuatan atau pekerjaan yang dihadapi. Orang baru dapat dimintai tanggung jawab, bila ia sadar tentang apa yang diperbuatnya.
2.      kecintaan = love, affection
Cinta, suka menimbulkan rasa kepatuhan, kerelaan dan kesediaan berkorban. Sadar akan arti tanggung jawab.
3.      keberanian. Courage, bravery
Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Berani disini, didorong oleh rasa keihklasan, tidak bersifat ragu-ragu dan takut kepada segala macam rintangan yang timbul sebagai konsekuensi dari tindak perbuatan. Karena adanya tanggung jawab itulah, maka seorang yang berani, juga memerlukan adanya pertimbangan-pertimbangan, perhitungan dan kewaspadaan sebelum bertindak, jadi tidak sembrono atau membabi buta.8
Menurut kamus ilmiah kata social berarti : kemasyarakatan, yang suka bergaul, santun.9
Politik
Politik berarti 1). Segala yang berkenaan dengan cara-cara dan kebijksanaan dalam mengatur negara dan masyarakat bangsa.10
Moral
1). Istilah moral bersal dari kata latin: Morale, yang berarti Costom, kebiasaan, adat istiadat. Tahu adat disebut bermoral, dan sebaliknya disebut immoral. Kelakuan yang tidak baik disebut a moral. Orang yang tahu adat, mengerti tertib sopan santun inilah yang disebut moralis.11
Agama
Agama menurut kamus ilmiah berarti suatu kepercayaan yang dianut oleh manusia dalam usahanya mencari hakekat dari hidupnya dan yang mengajarkan kepadanya tentang hubungannya dengan tuhan.12

B. Tanggung Jawab Para Ilmuan di Tinjau:
1. Bidang Sosial
Metode ilmu-ilmu social selalu melekat pada suatu bidang atau cabang sistim ilmu social tertentu. Pada mulanya, metode itu sangat dipengaruhi atau bahkan ditentukan ketika bidang atau cabang ilmu-ilmu social lahir. Tetapi kemudian mengalami perubahan dan perkembangan. Metode yang dipakai oleh ilmuan atau kelompok ilmuan juga dipengaruhi pada saat ilmu itu dipelajari atau diterapkan kemudian ditempat dan waktu lain, sebagai respon terhadap suatu perkembangan atau tuntutan perubahan social tertentu. Ilmu sosiologi sendiri baru pada masa revolusi industri, baik dieropa barat atau di amerika utara, pada awal abad 19. ilmuan-ilmuan Auguste Comte, Herbert Spencer, Lester Ward, emile Durkheim atau Max Weber, menulis buku-buku yang menjadi fondasi/fundamen sosiologi industri atau masa terbentuknya kapitalisme industri.13
Seorang ilmuan ilmu-ilmu social memualai tugas dan tanggung jawab dengan menemukan atau menggapai pengetahuan dengan melakukan formulasi teoritis yang kemudian harus diuji secara empiris. Kalau tidak data empiris yang dikumpulkan menrut cara-cara dan prosedur itu tertentu itu hanya ternyata mendukung formulasi teoritis yang telah disusun, maka formulasi itu kemudian berkembang atau dapat dikembangkan atau dapat dapat dikembangkan menjadi rumusan hasil pengetahuan yang didalamya terkandung teori ilmu social yang telah dibuktikan kebenarannya, yaitu kebenaran empiris.
Ada satu hal yang ikut memperkuat “kebenaran” ilmu pengetahuan social, yaitu citranya  seperti ilmu kealaman dan hayat. Citra itu terealisasikan dengan memenuhi beberapa “keharusan”, yang secara etis netral si ilmuan harus memisahkan diri dari pandangan yang sifatnya pribadi atau memiliki pandangan yang impersonal sehingga dapat diperoleh apa yang disebut “objektifitas”, serta memenuhi segala persyaratan akurasitas dalam pengumpulan data.
Seorang ilmuan juga masih dituntut tanggung jawab sosialnya. Ia hanya diminta untuk menyatakan sikap terhadap suatu masalah masyarakat tempat ia hidup. Bahkan ada kalanya dituntut keterlibatannya dalam perubahan social guna mencapai tujuan tertentu. Jika tifak memiliki tanggung jawab social.
Masalah itu memang masih dan akan tetap merupakan kontroversi. Disatu pihak terdapat pandangan bahwa seorang ilmuan sejati harus tetap setia kepada fungsi alam ilmu pengetahuan “yang sebenarnya”, yaitu menyajikan dan menemukan kebenarannya ilmiah. Pemakaian hasil pemikiran dan penelitian itu sudah merupakan tanggung jawab yang lain, misalnya, negarawan, teknokrat, birograt, ruhaniawan atau agamawan, pengusaha, dan lain sebagainya yang selain ilmuan itu sendiri. sudah barang tentu seorang ilmuan dapat pindah profesi atau mengambil peranan yang lain sebagai konsumen atau pelaksana yang menerapkan hasil dan penelitian ilmiah dan dapat memenuhi tanggung jawab moral atau social yang dituntut oleh masyarakat. Tetapi, selama ia masih menjadi ilmuan, maka ketiga tanggung jawab saja yang mungkin disebut sebagai tanggung jawab ilmiah atau akademis yang bercirikan netralitas etis, objektifitas da disiplin dalam prosedur ilmiah.15


2. Bidang Politik
Masyarakat sipili pada dasarnya tidak akan berkembang lebih luas atau akan berhenti berproses jika tidak disertai dengan perubahan-perubahan mendasar pada dimensi masyarakat politik. Dalam masyarakat politik inilah individu maupun kekuatan politik bersaing secara terbuka untuk mendapatkan dan menguasai jabatan-jabatan publik. Ini merupakan letak perbedaan yang mendasar dari masyarakat sipil bukanlah arena persaingan untuk mendapatkan jabatan publik. Sementara masyarakat politik adalah arena yang sah untuk menggalang kekuatan politik guna merebut jabatan-jabatan publik dalam pemerintahan. Kedua arena ini saling berinteraksi dan kualitas interaksi inilah yang akan menentukan apakah subuah masyarakat benar-benar menujuh kearah demokrasi atau kembali kesebuah sistim otoriter lagi.16
Secara ideal, di dalam masyarakat politik tidak dibenarkan adanya kekuatan social maupun politik yang tidak bertanggung jawab, misalnya militer yang merupakan sebuah unsure yang memegang peranan yang besar dalam perpolitikan yang cenderung dominan persaingan anatara politisi sipil dan membuat kalangan sipil tidak berkutib. Persaingan antar partai tidak akan berlangsung secara maksiaml dan pair jika unsure ini tidak dihilangkan bahkan lebih patal lagi proses reformasi politik akan terhalangi.17
Perdebatan fungsionalis tentang peran dan tanggung jawab kaum ilmuan, belum malampaui kecaman klasik julien benda yang sangat popular tentang “penghianatan kaum intelektual “ (1927). Sejak Sumartana dan sobary melontarkan keprihatinan dan kritiknya tentang kemerosotan posisi dan peran intelektual sebagai kritik social, maka bermunculanglah tanggpan dan komentar yang mengarah kepada dua focus diskursus. Pertama, soal hubungan fungsional antara  cendekiawan dan kekuasaan (baca : negara) dan kedua soal posisi kaum cendekiawan.18
Peranan ilmuan, politisi, cendekiawan, serta badan-badan politik lainnya diharapkan mampu manjadi kontrol terhadap badan-badan politik utama seperti eksekutip, legislative, tudikatif agar tidak menjadi sebuah kekuatan yang tumbuh subur dan tidak terkendali (otoriter). Jadi pada dasarnya peranan ilmuan dalam persoalan politik ini adalah berfungsi sebagai social control dan sparing partner.
Sebagai seorang ilmuan juga mempunyai tanggung jawab politik diantaranya :
Pertama: seorang ilmuan harus menyiapkan perangkap konsititusi yang baik dan membuat suatu sistim politik yang bebas dari kekuatan politik yang tidak bertanggung jawab kepada rakyat.
Kedua: para ilmuan juga harus bisa menjadi social control bagi seksekutif sebagai pelaksana publik harus dibatasi kekuasannya agar tidak menjadi kekuatan yang korup dan otoriter.
Ketiga: memberikan pemahaman kepada masyarakat awam tentang posisi dan kepentingannya semua lembaga peradilan, kepolisian dll.
Keempat: ilmuan juga menggunakan media dalam memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat dan memberikan masukan terhadap sistim pemerntahan yang ada. Dalam artian posisi media masa seharusnya berpihak kepada kalangan masyarakat bukan kepada penguasa (pemerintah).20
Jadi posisi ilmuan sangatlah penting didalam membangun suatu masyarakat yang demokratis, dan posisi ilmuan juga menjadi masalah yang sangat urgen dikarenakan maju dan mudurnya suatu negara tergantung bagaimana peran aktif masyarakat dan ilmuan.
3. Tanggung jawab Ilmuan dari Segi Moral
Istilah moral, moralitas berasal dari kata bahasa latin “mos” (tunggal), “mores” (jamak) dan kata sifat “moralitas”. Bentuk jamak “mores” berarti : kebiasaan, kelakuan, kesusilaan. Kata sifat “moralis” berarti susilah. Sebagai manusia dari segi baik buruknya ditinjau dari hubungannya dari tujuan hidup manusia yang terakhir.21 dalam filsafat moral atau ditinjau atau dalam etika dapat kita bedakan manjadi :
a.       perbuatan insani: “actus humanus” : ialah perbuatan yang dilakukan orang dengan sadar, dengan tahu betul apa yang dilakukan, dengan kesengajaan kehendaknya. Perbuatan-perbuatan semacam ini merupakan pormal objek filsafat atau etika.
b.       Perbuatan manusia “ectus hominis” : ialah perbuatan-perbuatan yang dilakukan tidak dengan penuh kesadaran atau kesengajaan. Umpamanya perbuatan manusia dalam keadaan tidur, dalam keadaan mabuk, dalam jatuh pingsan. Perbuatan ini dilakukan diluar kontrol manusia sebagai subjek pelaku. Perbuatan semacam ini ada diluar perhatian filsafat moral.22

Peranan ilmuan dalam persoalan moral dapat digambarkan bahwa seorang ilmua harus memandang moralitas sebagai sebuah standar untuk memeriksa perbuatan menusiawi guna menentukan kebaikan dan keburukannya. Disamping itupula diperlukan dua norma 1). Norma dekat (proximate norm) sebagai norma yang dapat diterapkan secara langsung. 2). Norma terakhir (ultimate norm) yang berfungsi sebagai penjamin norma dekat.23
Jadi suatu perbuatan dapat dikatakan baik bila sesuai dengan pikiran benar (right reason). Akan tetapi kapan kita dapat mengatakan jika pikiran itu sungguh-sungguh benar. Meskipun perbuatan baik adalah perbuatan yang membimbing ketujuan terakhir. Untuk mengetahui kesemuanya itu maka seorang ilmuan memerlukan sebuah norma moralitas tentang hakekat kodrat manusia yang dalam hal ini diambil sepenuhnya dalam seluruh bagian dari nisbah-nisbahnya.24
4. Tanggung Jawab ilmuan Dari Segi Agama
Kebudayaan renaissance menempatkan manusia sebagai pusat perhatian. Manusia bebas mengembangkan bakat dan keahliannya demi kebahagiaan hidupnya di dunia. Untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia, rasio (akal) harus dikembangkan. Daya kreasi manusia yang berfikir dan bertindak bebas, mamainkan peranan penting.
Namun agama sebagai kontroling yang berpegan kepada kekuatan iman kepada tuhan yang maha esa. Ilmu pengetahuan berdasarkan penyelidikan dan eksperimen. Agama menerima, yakin dan percaya akan kebesaran tuhan. Ilmu pengetahuan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan agama befikir kepada keduanya dunia dan akhirat.25
Religi/agama merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat sederhana religi merupakan sumber utama koheni social. Pembagian dunia dalam yang sacral dan yang profan merupakan ciri khas pemikiran religius. Didalam agama hal yang dapart dicapai bukanlah hanya sistim tanda-tanda yng menerjemahkan kepercayaan secara lahiriyah melainkan secara kolektif untuk menciptakan kembali kepercayaan itu sendiri. Dalam  masalah religi, aturan moral dan hukum tak dapat dipisahkan secara terinci dari aturan-aturan religi itu sendiri.26
Dalam tubuh tiap-tiap agama ada sifat yang statis dan ada yang dinamis. Manusia memiliki insting atau nurani dan intelegensi atau intelek. Intelek atau akal ini dalam bekerjanya sedikit banyak mendorong egoisme.27
Yang membedakan sosok manusia dengan makhluk lainnya adalah akal pikiran yang dimiliki dan kemampuannya dalam bertanggung jawab baik itu secara perorangan maupun secara kelompok yang lebih besar.28
Didalam sistim pemahaman islam mengenai posisi penerus Nabi itu diwariskan kepada para anbiya’ (ulama) untuk meneruskan perjuangan Nabi dalam memberikan pemahaman kepada umat islam mengenai ajaran Islam itu sendiri, dikarenakan pada saat-saat ini telah banyak yang berupa pada tataran perkembangan dunia yang membutuhkan peran aktif para ilmuan/ulama dalam memberikan pemahaman yang meyeluruh terhadap umat mengenai kondisi saat ini dengan suatu metode pendekatan yang responsip kepada masyarakat kita, yang dari aspek kesejarahan dimana masyarakat kita sangat lama dibelenggu dengan tradisi-tradisi agama mereka sebelumnya. Mungkin ini yang manjadi tugas dan tanggung jawab para ulama, ilmuan, cendekiawan, dalam melakukan metode dakwah yang lebih memberikan nuansa-nuansa baru dalam memberikan pemahaman Islam yang kaffah kepada umat yang dibelenggu oleh tradisi nenek moyangnya yang penuh dengan tradisi penuh dengan bid’ah, dan yang bersifat mistik/tahayyul, dan mengkultuskan para wali-wali yang telah mati, sehingga masyarakat kita menjadi jumud, stati, tidak ingin maju. Sehingga dibutuhkan suatu reformasi dalam pemahaman masyarakat awam tentang pemikiran yang dinamis dan menghindari hal-hal yang sifatnya tidak berguna. Kemudian yang lebih riskan adalah bagaimana peran para ulama/ilmuan dalam mengantisipasi era globalisasi yang semakin menggila berimbas ke negara-negara dunia ketiga (Islam), yang sangat dibutuhkan adalah posisi ilmuan dalam memberikan/mengaktualisasikan konsep Islam yang sesuai dengan perkembangan zaman dan menjaga umatnya agar supaya tidak ikut larut dengan kondisi kegilaan budaya-budaya barat yang tampa nilai dan etika apalagi dibarengi dengan tradisi keagamaan yang kuat.
Dan yang paling utama adalah bagaimana peran aktif para ulama dengan proses transpormasi social budaya dalam kehidupan umat Islam, terutama dari posisi da peran yang besifat ideal religius-kultural keposisi danperan yang bersifat keperubahan orientasi hidup yang pragmatis-ultilitarian dalam dinamika kehidupan masyarakat, umat.29
Kemudian dalam memberikan pemahaman kepada umat peran seorang ulama itu jangan terlalu muluk-muluk, tetapi dengan cara tidak memberikan penyampaian keterangan yang menyangkut hal-hal mendasar tentang agama begitu saja, tampa mempertimbangkan tingkat pemahaman dan penyerapan umat. Cara atau metode yang revesentatif digunakan adalah  yang mengandung nilai kebenaran, keadilan, kebaikan, cinta, pengorbanan, kesabaran, kearifan, dana kebijaksanaan, sehingga tercipta suatu pertanggung jawaban yang sifatnya universal antara ilmuan/ulama dan masyarakat.30

KESIMPULAN
Apabila Kita memposisikan seorang pigur ilmuan pada posisi yang terhormat ditengah masyarakat, maka wajarlah akan hal demikian, disebabkan peran dan tanggung jawab yang kita bebenkan kepada mereka sehingga secara otomatis mereka lebih dari masyarakat lain. Ditangan merekalah digantungkan harapan, karena majunya suatu masyarakat dan negara itu tergantung dari bagaimana peran dan posisi seorang ilmuan melihat dan mananggapi fenomena-fenomena yang terjadi dimasyarakat dan negara.
Tanggung jawab seorang ilmuan dari berbagai aspek, termasuk aspek sosial, politik, moral, agama dll. Merupakan suatu tugas dan tanggung jawab SSagar supaya disemua aspek itu peran dan tanggung jawab itu bisa diperankan dengan baik, bukan bukan posisi ilmuan itu berada jauh dari tnggung jawab moral yang diharapkan masyarakatnya, seperti keberpihakan seorang ilmuan kepada satu sekte/kelompok, di dalam masyarakat, sehingga aspek indenpendensinya sebagai ilmuan tercemari oleh kegiatan-kegiatannya, taukah seorang ilmuan lebih dekat kepada birokrasi dan pengusaha dalam semua sepak terjangnya sehingga masyarakat yang dominan dianiaya dan dimarjinalkan dalam kehidupan sosialnya, politiknya, moral dan agamanya.
Jadi yang dibutuhkan bagi seorang ilmuan adalah keberpihakan mereka kepada arus bawah dan ia berada disegala lapisan masyarakat dan semua keputusan dan keberpihakan mereka itu ditujukan kepada masyarakat.


[1]Tim Editor Masika, 1996: 55.
[2]Ibid: 83.
[3]Ibid: 140. 
8Burhanuddin Salam, 1997: 49.
9Indrawan WS. t.th: 267.
10Ibid: 213.
11Burhanuddin Salam, loc. cit.
12Indrawan WS, op. cit: 16
13Dawam Raharjo, 1993: 120.
15Ibid: 125.
16Bambang Cipto, 1999: 86.
17Ibid
18Tim editor Masika, Op Cit: 116.
20Bambang Cipto, Op. Cit: 95.
21A. Gunawan Setiardjo, 1990: 90.
22Ibid: 91.
23Ibid: 151.
24Ibid: 152.
25Poerwantana. Dkk., 1994: 85.
26Djuratna A. Iman Muhni, 2000: 128. 
27Ibid.
28Ibid.
29Kuntowijoyo, dkk, 1995: 58.
30Ibid: 156.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar